Selasa, 10 Februari 2009

SEJARAH KEHIDUPAN ASY'ARI

Biqolam: Apriyanto

 pertama; nama dan nasabnya
Asy’ari mempunyai nama lengkap ‘Ali bin ismail bin bisyir ishaq bin salim bin Abdillah bin musa bin bilal bin abi burdah bin abi musa al-asy’ari, beliau lebih popular dengan nama Abu hasan, dengan demikian Al-Asy’ari adalah keturunan sahabat nabi yaitu Abu musa Al-Asy’ari, tetapi setelah ditinjau dari sejarah kehidupannya, yang sebenarnya ternyata gelombang kehidupan Ast’ari cacat; seperti bahwa kakeknya abu bisyir ternyata pernah menganut agama yahudi, dan dia masuk islam kendati dari desakan kaum Asy’ariyah.

 Pembahasan kedua; warga Negara dan tempat lahirnya
Sumber sejarah menyebutkan bahwa Asy’ari dilahirkan dikota basrah, setelah keluar dari dokrinasi aliran mu’tazilah, ia pindah ke bagdad. Dalam hal ini para sejarwan sepakat tanpa adanya perbedaan,dimana mereka menyebutkan sebenarnya; bahwa basrah itu masuk dalam darius wilayah Baghdad. Tentang kelahirannya seperti dalam berbagai sumber sejarah menyebutkan kepastian akan kesamaannya dan mereka sepakat pada 260 H. Demikian halnya Ibnu Asakir pakar sejarah yang cukup diperhitungkan menebutkan pendapat yang sama, dimana hal itu ia peroleh dari pemberitaan Abu bakar al-wazan. Selanjutnya ia berkata: “saya belum menemui perbedaan pendapat mengenai seputar tahun kelahiran al-Asy’ari. Tetapi terdapat banyak pendapat seputar kelahiran asy’ari ada yang mengatakan 266 dan ada juga yang mengatakan 276 H. tetapi yang pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang pertama, persis seperti yang disebutkan oleh Dr. fuqiah Husain dalam kitab biografi asy’ari

 Pembahasan ketiga;sipat zuhud dan ibadahnya
Ibnu Asakir pernah menyitir tentang kezuhudan Al-Asy’ari dengan sanad yang diproleh dari Abu Musa bin ahmad Al faqih,dimana ia berkata;”ketika dibasrah aku pernah berhidmad kepada Abu Hasan Al-asy’ari selama dua tahun, selama itu pula aku tidak pernah melihat orang yang sjuhud dan sewara’ beliau, kepribadiannya identik dengan pemalu, dan tidak ada satupun orang hidup dizaman nya yang rajin dan giat beribadah, walau demikian walaupun ia terkenal dengan sipat pemalu tetapi ia juga dengan sikapnya yang murah senyum, dan ramah terhadap orang lain.

 Pembahasan keempat; peran pendidikan rumah tangga dalam membentuk karakter kepribadiannya

Pada fasal diatas telah disebutkan bahwa Imam Asy’ari adalah keturunan dari sahabat nabi yang bernama Abu musa Al Asy’ari ra, yang menjadi salah satu dari fakar ahli fiqih yang disegani dikalangan para sahabat, disamping sebagai ahli seni dalam membaca Al Qur’an yang mempunyai nama yang cukup terkenal. Hal ihwal yang sama juga ditunjukkan oleh sikap orang tuanya, sebagaimana yang disitir oleh Abu Bakar bin Furk, bahwa orang tuanya merupakan potret tokoh sunni yang mengedepankan nilai nilai persatuan, serta berpegang teguh kepada nilai-nilai agama yang benar yaitu Al-Qur’an dan hadist. Menjelang kembalinya kerahmatullah ayahnya berwasiat kepadanya bahwa ia harus menuntut ilmu kepada ulama ahli fiqih dan fakar hadist ternama pada waktu itu, yaitu Zakaria bin yahya As Saji.

Jelaslah sudah, bahwa imam Asy’ari adalah seorang tokoh ahlu sunnah yang tulen, bukan hanya itu ia sangat berpegang teguh kepada aliran salaf, jejak sang ayah tampaknya menitis pada sang anak dengan mengalirkan darah kebesaran sebagai penerus imam hadist pada saat itu. Ketika Imam Asy’ari masih membutuhkan bimbingan dari sang ayah tetapi ayahnya menghadap kerahmatullah. Sumber-sumber sejarah tidak memberikan gambaran gambling mengenai kapan dan dimana ayahnya meninggal, setelah ayahnya wafat, tak lama kemudian ibunya dipersunting oleh tokoh mu’tazilah yang bernama Abu Ali Al jubba’I, yang bernama lengkap Abu Ali muhammmad bin abdil Wahab bin salam yang lebih popular dikenal dengan nama panggilan Al Jubba’i(wafat 303H). ia tokoh yang berpengaruh dalam disiplin ilmu kalam(teologhi). Ia juga mempunyai guru besar yakni Abu Yusuf Ya’kub bin Abdullah asy-syaham al-Bisri ia menjadi tokoh panutan mu’tazilah di basroh dan darinyalah imam Asy’ari bnyak belajar tentang pemahaman mu’tazilah. Dengan demikan, alam pemikiran Asy’ari tidak bisa luput dari pemikiran mu’tazilah. Andai di analisa lebih jauh dia lebih condong pada mu’tazilah karena ada ikatan imosional antara dirinya dengan al-jubbai iapun tidak bisa lepas dari belenggu aliran mu’tazilah yang disebabkan ia masih muda. Selama ia masa itulah ia lebih banyak bergesekan dengan aliran mu’’tazilah. Kendati pada akhirnnya juga ia bisa keluar dari aliran mu’tazilah untuk membangun aliran sunny. Tetapi pada hakikatnya kepindahan imam Asy’ari dari aliran mu’tazilah membuat pertnyaan bagi para ahli sejarah, karena pada waktu itu paham mu’tazilah mulai mendapat tantangan dari khalifah yang berkuasa pada waktu itu, dengan kata lain paham mu’tazilah mulai luntur dan tidak ada pengikutnya.

 Pembahasan kelima; puncak karir keilmuan dan rasa simpati masyarakat terhadapnya
Penguasaan Asy’ari dalam disiplin keilmuan tidak diragukan lagi, berbagai macamjudul kitab dan karangan telah member kesan kepada kita betapa dalamnyadan wawasan akidah yang melekat pada dirinnya. Kalau kita teliti dengan seksama akan kita temukan peristiwa-peristiwa dalam bidang keilmuan yang membuat kita terkesima dan terperangah dalam melihatnya. Contohnya; kemahiran imam Asy’ari bukan terpukus kepada tataran ilmu peraktis ritual keagamaan (ilmu syariat) akan tetapi ia juga merambah pada ilmu-ilmu yang lain. Contohnya; ada beberapa karangannya yang membahas tentang qiyas dan ijtihad dan ini menjadi bukti keluasan ilmunya, kitab hadist dan banyak lagi perawi yang ia sebutkan dengan gambling, dan bahkan beliaupun menulis berapa jilid tentang tafsir.
Phenomena ini menghadirkan simpati kaum muslimin yang mengalir begitu deras kepadanya, mereka menaruh rasa hormat pada pigur keperibadiannya, sanjungan datang dari berbagai arah, dan sanjungan itupun tidak membuat beliau sombong dan berbangga hati. Dan masih banyak lagi peristiwa keilmuan yang membuat orang terkesima dan simpati kepada beliau.

 Pembahasan keenam; karya-karya tulisannya
Asy’ari merupakan penulis yang cukup produktip dizamannya, bukti itu diperkuat sengan banyaknya karya-karya tulisan beliau, yang berjumlah kurang lebih 98 kitab seperti yang diungkapkan oleh Ibnu furk. Dan karngan beliau yang terakhir bernama Al-Ibanah ‘An Ushul Ad Diniyah.

 Pembahasan kesembilan; dua pemikiran yang kontradiktip antara Asy’ari dan pengikutnya(Asy’ariyah) dengan ahlu sunnah wal jama’ah

Akibat perkembangan yang sangat pesat dari pemikiran pada masa itu, segera muncul polemik pertanyaan yang sangat krusial,yaitu apakah metode berpikir imam Asy’ari sesuai dengan metode berpikir ahlu sunnah wal jama’ah..??? ataukah sebaliknya..?? sejauh ini masih dalam perdebatan, terutama persoalan yang menyangkut masalah ayat tentang sifat-sifat Allah, yang berkaitan erat dengan dalil aqli dan naqli, maupun dalam masalah ta’wil serta ta’thil dan seterusnya.
Dalam kitab Al –Ibanah, menyebutkan bahwa Allah bersemayam di atas ‘Arsy, sementara ‘Arsynya terletak diatas langit , imam Asy’ari menta’wilkan kata istawa(bersemayam), dengan kata istila’(penguasaan), yang oleh mu’tazilh ditolak mentah-mentah. Sembari ia menambahkan bahwa persemayamannya Allah tidak bisa diragukan lagi, dengan alasan firman Allah dalam surat Al-Mulk:16
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang”
Begitu juga dengan pendapat pengikutnya kebanyakan dari mereka menta’wilkan kata istawa’, dengan kata Al-mulk dan pendapat ini dikemukakan oleh salah seorang tokoh kenamaan As-Sya’riyah yang bernama Abdul Qohir Al- Bagdady(wafat 429H). sedangkan tokoh Asy’ariyah yang lain seperti halnya Abu hamid al-Ghozali(wafat 505H), ia lebih condong kepada pendapatnya imam asy’ari menta’wilkan kata istawa. Dan banyak lagi pemikiran Asy’ariyah yang bertentangan dengan kaum ahlu sunnah wal jama’ah, dan adapun factor yang membuat pemikiran mereka bertolak belakang dengan pemikiran ahlu sunnah wal jama’ah adalah karenpemikiran mereka sudah bercapur dengan system pemikiran filsafat dan ilmu kalam.


 Pembahasan kesepuluh; pulang kerahmatullah
Para ahli ejarah berbada pendapat dalam menentukan kapan meninggalnya imam Asy’ari, mayoritas mereka sepakat, bahwa beliau wafat antara tahun 320 H dan 330 H, lebih sedikit. Sementara ibnu katsir dan ahli sejarah lain mengatakan bahwa, beliau wfat pada tahun 324H. tetapi menurut sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa pandapat yang kedualah yang paling rojih karena pendapat ini dibenarkan oleh Ibn furk yang pernah menjadi murid Al bahili, sedangkan Al Bahili adalah murid Al Asy’ari


DAFTAR PUSTAKA
 Azzirikli, al-‘Alam dairat al-ma’rifat al-islamiyah,bairut,juz-3,
 As-sam’ani,al-ansob,juz 1,
 kitab tabyin kidzbi al-muftari,
 pengantar kitab al-ibanah,
 Ibnu Asakir, tabyin,
 Ibnu nadim,al-fahrasat, Abu Saad, thobaqot Al-qubro,juz.6,
 kitab at-tibyin.
 Al-Makrizy,al-Khattath juz 3,
 Harun Nasution, Teologhi Islam, UI Press, cet 1,
 Hasan al-‘Asyari, 51 ijma’,pustaka Azzam,cet.1,
 As sam’any, al Ansab, zuz.1,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar