Sabtu, 14 Februari 2009

Sejarah Dakwah Nabi Nuh `Alaihissalm tugas makalah

Oleh : Hamdani, Tamimuddin, dan Ady Margono
Bab l
A. Pendahuluan
A.1 Latar Belakang
Salah satu karasteristik khusus Nabi Muhammad SAW dibandingkan dengan nabi dan rasul yang lain adalah karena Nabi Muhammad SAW diutus Allah SWT tidak hanya bagi bangsa Arab, tempat beliau diutus, tapi juga bagi seluruh manusia. Allah SWT berfirman:

“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.(Qs.Al-Anbiya`:107)
Hal ini berbeda dengan para nabi dan rasul lainnya yang hanya diutus khusus untuk kaumnya saja. Sebagaimana sabda Rasul SAW yang berbunyi:
….وكان النبى يبعث فى قومه خا صة وبعثت الى الناس عامة
“ …Para nabi diutus kepada kaumnya, sedang aku diutus untuk seluruh manusia"(HR.Bukhari)
Salah satu nabi dan rasul yang diutus oleh Allah SWT khusus untuk kaumnya adalah nabi Nuh `alaihissalam. Nabi Nuh `alaihissalam mempunyai nama lengkap Nuh bin Lamik bin Matwasyalah bin Khanukh (Idris) bin yarad bin Mahalayil bin Qanin bin Anwasy bin Syits bin Adam `alaihissalam.
Nuh `alaihissalam lahir seratus dua puluh enam tahun setelah Adam meninggal dunia. Dalam kitab Shahih al Bukhari disebutkan sebuah hadits dari ibnu Abbas, ia mengatakan," jarak antara Adam dan Nuh adalah sepuluh abad, semua orang yang hidup pada masa itu semuanya memeluk islam."
Jika yang dimaksud dengan satu abad itu seratus tahun, berarti jarak antara keduanya adalah seribu tahun, tetapi tidak menutup kemungkinan jarak antara keduanya lebih dari itu dengan berdasrkan pada batasan masa islam dalam kehidupan mereka yang diberikan oleh Ibnu Abbas, dimana antara keduanya tedapat abad yang lain yang mereka tidak memeluk islam. Namun dari Abu Umammah menunjukkan masa antara keduanya hanya sepuluh abad. Dan Ibnu Abbas menambahkan bahwa mereka semua dalam keadaan memeluk islam.
Dan jika yang dimaksud dengan abad itu generasi manusia, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT berikut ini:


“Dan berapa banyaknya kaum sesudah Nuh Telah kami binasakan. dan cukuplah Tuhanmu Maha mengetahui lagi Maha melihat dosa hamba-hamba-Nya. (Qs.Al-Isra`:17)



Artinya: Kemudian, kami jadikan sesudah mereka umat yang lain.(Qs.Al-Mukminun:31)

“ Dan (Kami binasakan) kaum 'Aad dan Tsamud dan penduduk Rass dan banyak (lagi) generasi-generasi di antara kaum- kaum tersebut.(Qs.Al-Furqon:38)

“Berapa banyak umat yang Telah kami binasakan sebelum mereka sedang mereka adalah lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap di pandang mata.(Qs.Maryam:74)
Dan sebagaimana yang terdapat dalam sabda Rasulullah SAW ini:
"sebaik-baik abad adalah abadku"
Jadi, sebelum Nuh sudah terdapat beberapa generasi yang hidup dalam waktu yang cukup lama. Berdasarkan hal tersebut, maka jarak antara Adam dan Nuh itu beribu-ribu tahun. Wallahu a`lam.
Secara umum dapat dikatakan, Nuh `alaihissalam diutus Allah SWT ketika manusia menyembah berhala, dan tenggelam dalam kesesatan dan kekafiran. Kemudian Allah SWT mengutus sebagai rahmat bagi umat manusia. Ia adalah Rasul yang pertama kali diutus Allah SWT ke muka bumi. Kaumnya bernama Bani Rasib, sebagimana yang disebutkan oleh Ibnu Jubair dan yang lainnya.
Para ulama masih berbeda pendapat mengenai usia nabi Nuh ketika ia diangkat menjadi rasul. Ada yang mengatakan, Nuh diangkat menjadi rasul pada usia lima puluh tahun. Dan ada juga yang mengatakan ketika ia berusia tiga ratus lima puluh tahun. Dan ada juga yang mengtakan ketika ia berusia empat ratus delapan puluh tahun. Demikian yang diceritakan Ibnu Jarir.
Dalam Al-Qur`an, Allah Swt telah menceritakan kisah Nabi Nuh dan kaumnya. Dari uraian diatas maka makalah ini penulis beri judul" METODE DAKWAH NABI NUH `ALAIHISSALAM"
A.2 Pembatasan dan perumusan masalah.
Dalam makalah ini penulis membatasi masalah hanya pada metode dakwah nabi Nuh dan penerapan metode tersebut dalam dunia dakwah sekarang ini.
Bab ll
B.Pembahasan.
B.1 Metode Dakwah Nabi Nuh Alaihissalam.
Diantara metode dakwah yang diterapkan oleh nabi Nuh `alaihissalam adalah:
1. Mengajak kepada umatnya untuk bertauhid.
Dakwah yang pertama kali yang dilakukan nabi Nuh kepada kaumnya yakni mengajak untuk menyembah Allah SWT semata. Tidak diragukan lagi, bahwa dakwah kepada tauhid adalah asas dari setiap risalah, dan mencurahkan sebagian besar waktu untuk mendakwahkan tauhid yang dapat membahayakan jiwanya. Nabi Nuh berdakwah kepada tauhid dengan dakwah yang ikhlas karena khawatir kaumnya akan tertimpa azab dari Allah SWT pada hari kiamat. Sebagaimana firman Allah;

“Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat). ( Qs.Al-A`raf:59)
2. Setandar keutamaan seseorang adalah ketakwaan dan amal soleh.
Dalam melakukan dakwahnya Nabi Nuh tidak bertujuan untuk memperoleh kemulian dihadapan manusia sebagaimana yang diungkapkan oleh para penguasa yang menuduh Nabi Nuh berda`wah hanya ingin memperoleh kemulian dihadapan manusia.
Nabi Nuh membantah tuduhan para penguasa sebagimana dikisahkan pada surat Hud bahwa setiap manusia berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah, tidak ada keutamaan Adam dari manusia yang lain kecuali ketakwaannya. Keutamaan manusia diperoleh dengan melaksanakan yang wajib, bersabar atas kecaman, dan ilmu dan amal yang ia lakukan.
3. Kebenaran yang sudah jelas tidak membutuhkan dalil tapi membutuhkan itiba`.
Nabi Nuh menjelaskan kebenaran kepada kaumnya bahwa dia adalah pengemban risalah (rasul) tetapi kaumnya tidak mau mengikuti kebenaran yang disampaikan dan malah meminta didatangkan azab untuk membuktikan kebenaran risalah yang disampaikan oleh nabi Nuh sebagai mana dijelaskan dalam firman Allah SWT:

“Mereka Berkata "Hai Nuh, Sesungguhnya kamu Telah berbantah dengan kami, dan kamu Telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, Maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar".(Qs.Hud:32)
4. Dakwah harus terus dan tanpa berhenti.
Nabi Nuh melarang kaumnya yang menyembah patung baik pada waktu siang dan malam bahkan mencapai waktu yang panjang yakni seratus tahun beliau infaqkan untuk menda`wahakan kepada tauhid. Genersi selanjutnya berwasiat kepada sebagian yang lain agar tidak menyembah kepada patung-patung dan jangan meninggalkan patung wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr. Para muhadist dan ulama atsar meriwayatkan bahwa mereka (patung wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr) adalah nama laki-laki sholeh dari kaum Nabi Nuh.
sebagaimana firman Allah Swt:

“ Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr".(Qs.Nuh:23)
5. Kezholiman itu pasti ada akhirya.
Pada akhir perjalanan da`wah Nabi Nuh, Allah SWT memerintahkan kepada bumi untuk mengeluarkan air dan kepada langit untuk menurunkan hujan tidak alasan bagi keduanya kecuali ketaan dan keridhoan, maka terjadilah banjir dan berlayarlah kapal Nabi Nuh bersama orang-orang yang didalamnya (yang beriman) dari atas gunung yang bernama judi dan tenggelamlah orang-orang yang tidak mau mengikuti apa yang dida`wahkan oleh Nabi Nuh termasuk juga anak dan istrinya karena tidak mau mengikuti da`wah Nabi Nuh.
6. Keluarga dalam islam adalah orang yang seakidah dengan kita.
Pada saat diatas gunung yang bernama judi disanalah Nabi Nuh berdoa kepada Rob-Nya sesungguhnya anak ku dari keluarga ku dan tenggelam bersama orang-orang yang menentang padahal engkau telah berjanji akan menyalamatkan keluargaku. kemudian Allah SWT membantahnya dengan firmanya dalam Al-Qur`an:

“Allah berfirman: "Hai Nuh, Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), Sesungguhnya (perbuatan)nya. perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan."(Qs.Hud:46)
Dalam kisah ini terdapat pelajaran yang besar dan tanda-tanda yang agung. Seorang anak disatu sisi dan seorang bapak disi yang lain. Anaknya termasuk kedalam golongan yang celaka karena anaknya tidak melakukan amal sholeh. Semoga dalam kisah ini terdapat ibroh bagi orang-orang yang menyandarkan kepada nasab-nasab mereka bahwa yang dinamakan keluarga adalah yang seakidah dengan kita.
B.2. Metode Dakwah Nabi Nuh yang dapat diterapkan pada dakwah masa kini.
1. Mendakwahkan sesuatu yang paling penting, kemudian yang penting, dan yang paling penting adalah tauhid.
Dakwah kepada tauhid dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah, adalah landasan dakwah para Rasul SAW, dan pokok yang merupakan awal dan akhir dari dakwah mereka. Allah SWT berfirman:
 
”Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut ( syaitan dan apa saja yang disembah selain Allah Swt) itu.(Qs.An-Nahl:36).
Dalam ayat ini, Allah SWT menjelaskan tugas para Rasul, dasar dakwah, juga pokok dari misi mereka, yaitu dakwah dengan mengajak orang lain untuk menegakkan ketauhidan Allah dan mengikhlaskan ibadah untuknya, dan berusaha menjauhkan orang dari segala perbuatan syirik. Allah Swt berfirman:

“Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku"(Qs.Al-Anbiya`:25).
Maka wajib bagi para dai agar benar-benar memahami dasar islam, yaitu tauhid secara dakwah dan pengajaran, karena setiap amalan tidak mungkin diterima kecuali dengan dasar ini. Dalam hal ini syaikhul islam Ibnu Taimiyah berkata: karena dasar itu, dasar islam adalah bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah, dan bahwa kalimat tersebut mengandung arti beribadah hanya kepada Allah dengan meninggalkan ibadah kepada seain-Nya. Ia adalah makna islam secara umum, dimana Allah tidak menerima agama selainnya dari kurun pertama dan terakhir.
Syaikhul islam Ibnu Taimiyah juga menegaskan pentingnya dakwah tauhid, beliau memberi isyarat bahwa Allah mengutus semua Rasul untuk mendakwahkan dasar tauhid ini, beliau berdalil dengan firman Allah SWT:

“ Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".( Qs.Al-Anbiya`:25)
Dan firmannya:

“Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya." Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), Aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat).(Qs.Al-Anbiya`:25)
2. Mala`(Penguasa) adalah salah satu dari beberapa penantang dakwah yang keras sebagaimana Allah swt berfirman:

"Dan Demikianlah kami adakan pada tiap-tiap negeri pembesar-pembesar yang jahat agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya. Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata: "Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang Telah diberikan kepada utusan-utusan Allah". Allah lebih mengetahui di mana dia menempatkan tugas kerasulan. orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya".(Qs.Al-An`am:123-124)
Diantara sifat penguasa yakni seringkali melakukan makar (rencana jahat) sebagaimana firman Allah swt:
"Karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan Karena rencana (mereka) yang jahat. rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang Telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu.Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.(Qs.Fathir:43).
Selain suka membuat makar mala` juga memiki sifat hasad kepada seseorang yang diberikan nikmat oleh Allah Swt, baik itu berupa ilmu, petunjuk, berpegang kepada kebenaran dan dicintai oleh manusia.
Seorang dai dalam memberikan kritikan, dan mengingatkan pemimpin (penguasa) hendaklah dengan penuh kasih sayang, hikmah dan lemah lembut. Sebagaimana sabda Rasul Saw:
الدين النصيحة قلنا لمن لله ولكتا به ولرسوله ولائمةالمسلمين وعامتهم (رواه مسلم)
" Agama itu adalah nasihat." Kami bertanya," untuk siapa?" Beliau menjawab,"untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan seluruh umat islam.(Hr.Muslim)
Makna dari nasihat bagi pemimpin dalam hadits diatas adalah membantu mereka dalam mewujudkan kebenaran, menaati dan mengingatkan mereka, mengeritik mereka dengan penuh kasih sayang, hikmah dan lemah lembut.
3. Dakwah dengan ilmu dan bashirah dalam agama.
Dalam melakukan dakwah hendaklah dengan ikhlas. Dakwah dengan ikhlas menuntut seorang dai agar berdakwah berdasarkan bashirah, dan cahaya Al-Qur`an dan as-sunnah, sehingga ikhlas itu benar-benar membuahkan hasilnya, karena dengan ilmu seorang juru dakwah bisa mengetahui kesungguhannya yang benar dalam berdakwah, sebaliknya dakwah tanpa ilmu merupakan kriminal besar terhadap agama dan umat, bagaimana bisa, orang yang tidak mengetahui syariat menuntun orang lain menuju syariat.
Dakwah dijalan Allah melazimkan ilmu dan bashirah. Dalam hal ini Syaikh as-Sa`di berkata,” Dakwah dijalan Allah melazimkan dan mengandung ilmu, karena di antara syarat dakwah adalah mengetaui materi dakwah.
Allah Swt berfirman tentang ahli ilmu:

“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Qs.Al-Mujadilah:11)
Nabi Saw bersabda:
فمن اخذ ه اخذ بحظ وافر
“ Barang siapa mengambilnya, maka dia telah mengambil bagian yang sangat banyak” (HR.Abu Daud)
Semua dalil-dalil dan bukti ini mendorong para dai untuk memperbaiki diri dengan ilmu dan mencarinya, karena mendapatkan ilmu berarti dia telah mendapatkan karunia dari Allah yang sangat besar, dan kedudukan yang sangat mulia, yaitu dia menjadi seorang dai yang mendasari dirinya dengan ilmu dan bashirah.
Hendaklah seorang dai memiliki ilmu tentang sesuatu yang disyariatkan dan yang tidak disyariatkan, ilmu yang bisa membedakan antara sunnah dan bid`ah, antara yang baik dan yang buruk, antara yang halal dan yang haram. Demikian pula hendaklah ia bisa membedakan antara syirik dan tauhid, karena itulah objek pembahasan dakwah, hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz beliau berkata,” Allah SWT menggambarkan bahwa dakwah berdasarkan bashirah adalah jalan Nabi SAW, dan jalan para pengikutnya dari kalangan ulama, sebagaimana Allah SWT berfirman:

“ Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik"(Qs.Yusuf:108).
Maka wajib bagi kita untuk benar-benar bisa memperaktikkan hal ini dengan baik dimana saja kita berada.
Bab lll Penutup
Kesimpulan
Dari uraian diatas tentang sejarah dakwah Nab Nuh dapat kita tarik beberapa kesimpulan antara lain:
1.Tauhid adalah perioritas pertama dan utama dalam berda`wah. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur`an:

Artinya : "Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya."(Qs.Al-A`raaf:59)
Itulah seruan yang disampaikan para Nabi kepada kaumnya, mulai dari nabi Nuh, nabi Sholeh, nabi Syu`aib, dan nabi-nabi lainnya, tidak terkecuali nabi akhir zaman Muhammad SAW.
Maka, dari zaman kezaman hingga rasul terakhir sampai para pewaris agamanya memikili misi yang sama, yaitu membebaskan manusia dari penyembahan sesama makhluk menuju penyembahan Allah semata ( tahrirun nas min `ibadatil makhluk ila `ibadatil khaliq ). Betapa pentingnya mewariskan semangat bertauhid, rasulullah Saw menjadikannya sebagai misi unggulan kepada segenap pengemban dakwah untuk senantiasa memahamkan ummat kepada tauhidullah. Salah satu nasihat dan pembekalan yang disampaikan kepada shahabat Mu`adz bin Jabal ra. Ketika hendak menunaikan tugas dakwahnya ke negeri Yaman: “ sesungguhnya engkau akan berhadapan dengan salah satu dari kaum ahlul kitab, maka hendaklah yang engkau dakwahkan kepada mereka adalah mengesakan Allah Ta`ala…” (HR. Bukhari)
2. Sesungguhnya dawah beliau alaihisalam benar- benar serius mengajak kepada pengesaan Allah, beribadah hanya kepadanya semata, dalam kesungguhan yang totalitas. Dan tidaklah beliau meninggalkan satu wasilah (perantara da'wah) yang memungkinkan bagi beliau untuk menggunakannya selain untuk menyempurnakan da'wahnya, baik secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan, dengan targhib (memotivasi diri) atau tarhib (mewaspadai diri), meyampaikan adanya janji dan ancaman. Da'wah beliu bangaun diatas hujjah dan dalil, baik secara logika maupun indrawi, berupa kejadian yang ada pada diri mereka, kehidupan mereka dan apa-apa yangada dihadapan mereka, berupa langit dan bumi, dan apa-apa yang ada didalam keduanya, berupa tanda-tanda kebesaran Alla dan berbagai ibrah (pelajaran). Semua itu sama sekali tidak membuahkan manfaat bagi mereka dan tidak mampu mendorong mereka untuk menerima da'wah beliau, bahkan mereka semakin tenggelam dalam kekufuran dan keksesatan mereka. Merekapun semakin menyombongkan diri.
Mereka terus menggantungkan diri mereka dengan berhala-berhala dan sesembahan yang bathil. Hasil yang didapat dari sikap keras dan kesombongan mereka adalah kebinassaan dan kerusakan didunia, dan diakhirat (mereka mendapatkan) keabadian siksa Neraka.
Dari sini, kita bertanya-bertanya, mengapa Nabi agung ini terus menerus (menyampaikan da'wahnya) dalam dekade yang begitu panjang? Beliau alaihissalam mencurahkan kesungguhannya secara totalitas, tanpa merasa lelah dan bosan menyeru kepada tauhid.
Mengapa Allah mengalungkan pujian kepada beliau dan menyanjungnya dengan sanjungan yang istimewa, juga mengabadikan cerita tentang beliau, serta menjadikan beliau termasuk golongan para Ulul Azmi?!
Apakah da'wah tauhid berhak untuk menyandang segala pertolongan dan keagungan tersebut?
Apakah manhaj dan pembatasan ucapan kepada Nabi yang mulia ini merupakan sisi ucapan, hikmah dan logika? Atau itulah inti yang sebenarnya dari pada hikmah dan segala konsekuensi logika yang benar dan akal yang unggul lagi sehat?
Apa yang menjadi sebab sehingga Allah ta'ala memuliakan beliau ketika berada diatas manhaj ini dalam berda'wah selama Sembilan ratus limapuluh ribu tahun? Juga menyanjung beliau dan mengabadikan namanya dan hikayat (tentang beliau), kemudian membebankan kepada sebaik-baik rosul dan hamba yang paling bijaksana untuk menjadikannya (Nuh alaihisalam) sauri tauladan dalam da'wah dan kesabarannya?
Jawaban yang obyektif yang ditegakkan diatas logika dan hikmahnya, mengetahui kedudukan Nabi, mempercayainya dengan kepercayaan penuh dan memuliankannya dengan sebenar-benarnya adalah (dikarenakan) da'wah tauhid, dan usaha beliau dalam memerangi kesyirikan, serta membersihkan bumi Allah darinya. Inilah yang menjadikan beliau layak untuk mendapatkan semua itu. Itulah hikmah yang hakiki, yang sesui dengan akal fikiran (logika) dan fitrah.
Menjadi kewajiban para da'I Alllah untuk memahami manhaj da'wah ini. Inilah misi da'wah dari rab yang maha agung serta tujuan yang mulia. Hendaknya mereka memfokuskan segala kesungguhan dan kemampuan untuk mewujudkan dan menyebarkannya diseluruh bumi Allah. Hendaknya mereka saling tolong menolong, bau membahu dan bersatu padu. Saling membenarkan sebagian diatara mereka atas sebagian yang lain. Sebagai mana para rosul menjadi para penyeru tahid. Para pendahulu mereka memberikan berita gembira kepada para rosul sesudahnya. Dan para rosul yang datang sesudahnya membenarkan para pendahulu mereka, memperkokoh da'wah, dan berjalan didalam arena (da'wah mereka).
Menjadi sebuah kewajiban untuk diyakini, jika seandainya ada satu manhaj yang lebih utama dan lebih lurus dari pada manhaj ini, niscaya Allah akan memililhkannya untuk para rosulNya dan mereka pun lebih mengutamakannya. Maka, apakah pantas bagi seorang mu'min untuk membencinya dan memilih bagi dirinya manhaj yang sesuai selain dari mahaj para Nabi alaihimus sholatu wasalam, lalu berbuat congkak terhadap manhaj robbani dan para penyerunya?!














Referensi
• Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shahih al Bukhari, Riyadh: Darus Salam,1997
• Dr. Ali Abdul Halim Mahmud, Fikih Dakwah Ilallah, Mesir: Darul Wafa`,1991, Juz ll

• DR. Musthafa Dieb Al-Bugha dan Syaikh Muhyiddin Mistu, Al-Wafi Syarah Hadits Arba`in Imam An-Nawawi,Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2007
• Abu Fida` Ismail Ibnu Katsir, Qishashul Anbiya`, Jakarta: Pustaka Azzam (terj),2001,cet l
• Ibnu Hajar Al-Asqolani, Fathul Bari, Juz 13,
• Prof. Dr. robi' bin hadi al-mad kholi, fikih da'wah para nabi,Bogor: media tarbiyah,2006,cet l
• Majid Ahmad Al-Adawi, Dakwatur Rasul Ilallah, Mesir: Mustofa Al-Bani,1935
• Fawwaz bin Hulayyil as-Suhaimi, Begini seharusnya Berdakwah, Jakarta:Darul HaQ,2008,cet.l,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar